Bitcoin Merosot dari US$100 Ribu, Rp16,5 Triliun Terlikuidasi dalam Sehari!
Sebanyak 181.076 trader di pasar derivatif telah terlikuidasi di exchange terpusat (CEX) dalam 24 jam terakhir, dengan total likuidasi mencapai US$1,04 miliar atau setara Rp16,5 triliun. Hal ini menyusul penurunan harga Bitcoin dari tonggak sejarahnya di level US$100.000 pada 5 Desember 2024.
Menurut data dari CoinGlass pada Jumat (6/12), trader yang mengambil posisi long mengalami kerugian terbesar, dengan total likuidasi mencapai US$745,4 juta.
Sebagian besar likuidasi berasal dari posisi Bitcoin, dengan total US$586,5 juta telah dilikuidasi. Dari jumlah tersebut, US$427 juta berasal dari posisi long yang bertaruh pada kenaikan harga aset kripto tersebut.
Likuidasi kripto dalam 24 jam terakhir. Sumber: CoinGlassSebagai informasi, likuidasi dalam kripto merujuk pada proses di mana posisi seorang trader secara paksa ditutup oleh exchange ketika dana margin mereka tidak mencukupi untuk mempertahankan posisi terbuka. Hal ini biasanya terjadi pada perdagangan futures, di mana seorang trader meminjam dana untuk memperbesar posisinya atau tidak memiliki cukup modal untuk mempertahankan posisi tersebut.
Baca juga: Pecahkan Rekor, Bitcoin Tembus US$100.000!
Likuidasi Terbesar dalam Tiga Tahun
Likuidasi besar-besaran ini terjadi setelah Bitcoin merosot dari rekor tertingginya di level US$103.900 pada Kamis (5/12) pagi. Setelah mencapai puncaknya, Bitcoin mengalami koreksi tajam hingga turun di bawah US$99.000.
Bahkan, laporan dari The Block menyebutkan bahwa total likuidasi kripto sempat menyentuh angka US$1,1 miliar saat Bitcoin secara tiba-tiba jatuh ke level US$94.000 dalam waktu singkat. Angka tersebut merupakan likuidasi harian terbesar dalam pasar kripto sejak Desember 2021, dengan Bitcoin menyumbang lebih dari US$560 juta dalam proses likuidasi.
Bitcoin sempat menyentuh US$94.000. Sumber: CoinMarketCapAnalis dari BTC Markets, Rachel Lucas, menggambarkan fenomena ini sebagai contoh klasik dari “leverage flush.” Dalam kondisi seperti ini, aksi jual yang menargetkan area likuiditas tertentu memicu stop-loss dan likuidasi pada level harga kunci.
“Para market maker dan pemain besar sering memanfaatkan situasi ini dengan mendorong harga melampaui US$100.000 untuk menarik minat ritel, kemudian membalikkan harga secara tajam untuk melikuidasi posisi leverage di kedua sisi, baik long maupun short,” jelas Lucas.
Ia menambahkan bahwa tingginya penggunaan leverage oleh para trader ritel selama lonjakan harga Bitcoin semakin memperparah situasi ini. Banyak dari mereka yang terbawa arus Fear of Missing Out (FOMO) dan membuka posisi long di level yang sangat tinggi, sementara para whale melepas aset mereka.
Lucas mencatat bahwa peristiwa likuidasi besar semacam ini sering kali membantu mengatur ulang funding rate yang terlalu panas dan mengurangi eksposur leverage di pasar. Hal ini dapat memberikan stabilitas baru dan membuka jalan untuk potensi pemulihan harga.
Saat ini, data dari CoinMarketCap menunjukkan bahwa Bitcoin mulai pulih dan bertahan di level US$97.900, dengan volume perdagangan harian mencapai US$147,3 miliar.
Baca juga: 3 Faktor Pendorong Bitcoin Bisa Sentuh US$100.000!
Disclaimer: Konten pada artikel ini hanya merefleksikan opini penulis dan tidak mewakili platform ini dengan kapasitas apa pun. Artikel ini tidak dimaksudkan sebagai referensi untuk membuat keputusan investasi.
Kamu mungkin juga menyukai
Volatility Shares mengajukan ETF berjangka Solana, meskipun tidak ada produk berjangka Sol
Manajer aset Volatility Shares telah mengajukan aplikasi untuk ETF yang akan berinvestasi dalam kontrak berjangka Solana di bursa yang diatur oleh CFTC dan menawarkan opsi leverage 1x, 2x, dan -1x. Pengajuan ini dilakukan bahkan sebelum produk berjangka Solana tersebut tersedia untuk diperdagangkan.
Solana Melonjak saat TON Menstabilkan Diri: Tingkat Perdagangan Kritis untuk Januari
Kelompok industri menggugat untuk menghentikan IRS mengumpulkan info pengguna dari antarmuka depan DeFi
Tinjauan Cepat Asosiasi Blockchain dan dua kelompok lainnya menggugat IRS untuk menantang aturan yang baru saja diselesaikan yang akan mengharuskan front-end DeFi melaporkan data pengguna, termasuk informasi pribadi dan detail setiap perdagangan, kepada lembaga tersebut mulai tahun 2027. Persyaratan ini akan "mendorong seluruh teknologi yang sedang berkembang ini ke luar negeri," kata pengacara utama kelompok advokasi tersebut. IRS berargumen dalam aturan akhirnya bahwa melacak transaksi DeFi akan "menguntungkan kepatuhan pajak dengan membantu menutup kesenjangan informasi dengan re